TUJUAN PENDIDIKAN

Kamis, 24 Juli 2008

Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membantu anak menjadi orang dewasa mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Itulah sosialisasi!

Semua manusia muda, sampai di pelosok pun, telah atau mulai mengalami modernisasi dan menikmatinya. Kata dasar modernisasi adalah kata Latin modus, artinya: cara. Kemudian timbul kata Prancis mode, yaitu cara khusus mengenai berpakaian, berdandan, memangkas rambut, berhias sampai bergagasan. Lantas orang yang mengikuti cara, mode, itu dikatakan modern. Usaha penyesuaian itu disebut modernisasi. Yang kemudian artinya diterapkan kepada setiap ikhtiar guna membedakan diri dari cara yang sudah lewat. Usaha modernisasi ini dapat bermotifkan keinginan menyesuaikan diri dengan apa yang sekarang berlaku atau bermotifkan kesadaran akan keharusan meninggalkan yang sudah usang demi perbaikan hidup.

Sikap yang mendasari keinginan menyesuaikan diri dengan yang sekarang berlaku sebetulnya bukan modernisasi, melainkan konformisme. Dalam modernisasi sejati ada pendapat pribadi mengenai yang baru itu, sedang dalam konformisme hanya sikap ikut-ikutan saja. Gaya konformisme sangat kuat di antara kaum muda. Mereka baru meraih identitas diri yang masih lemah, maka dibutuhkan pengukuhan atas identitas tersebut. Yang amat diperlukan adalah diterimanya oleh kelompok baya, peer group, yang dianggap paling modern.

Apakah sebetulnya kelompok tersebut modern atau kolot pandangan hidupnya, bukan hal penting. Yang dicari adalah pengukuhan dan penggalangan lewat diterima oleh kelompok baya. Kelompok itu akan menuntut penyesuaian mutlak guna mempertahankan identitas kelompok. Jadi, pengukuhan demi menopang identitas diri yang masih lemah itu diperoleh lewat konformisme. Kalau kelompoknya sungguh-sungguh mendukung modernisasi, ia akan ikut. Namun, bila mereka bernostalgia akan hidup primitif, suatu mode baru, ia pun akan suka hidup primitif.

Berbahaya

Konformisme inilah yang berbahaya, karena mematikan identitas diri. Selama pada masa perkembangan hanya ikut-ikutan saja, orang muda akan menjadi orang dewasa yang tidak dapat bertanggung jawab, tidak berinisiatif, dan pembeo belaka. Kegotongroyongan dan mental pasrah terserah nasib, yang mudah terhanyut dalam arus masyarakat, sangatlah kuat. Orang yang mengungkapkan kepribadiannya yang khas sangat mudah dicap individualis, sombong, ingin menonjol, dan sebagainya.



Masyarakat kita adalah masyarakat yang suka pada pakaian seragam, satu bahasa, satu gerak dan sebagainya; penuh dengan orang yang suka ikut-ikutan, dan berkecenderungan latah ikut mode macam-macam tanpa berpikir, apa perlu atau tidak, baik atau tidak. Lebih suka hanyut dalam arus daripada ribut-ribut, walaupun jelas arus itu keliru. Jarang ditemukan orang yang benar-benar berkepribadian, dan yang berani menanggung risiko untuk teguh mampu bersikap lain dari sikap kebanyakan orang yang memang kaprah tersebar luas, tetapi salah. Seolah-olah kita berpendirian "lebih aman hancur bersama-sama orang banyak daripada benar lagi selamat tetapi sendirian".

Yang sekarang amat memprihatinkan adalah bahwa konformisme itu, yang menjadikan mereka orang yang dikolektivisasi, tidak diatasi oleh pendidikan yang mendewasakan, akan tetapi justru terus-menerus diperkuat oleh pendidikan yang ciri khasnya seragam. Sistem pendidikan maupun pembelajaran kita mendukung kolektivisasi, dengan demikian justru mengubah pribadi-pribadi kreatif menjadi penurut.



Proses ini sudah dimulai pada saat manusia lepas dari keadaan yang diciptakan Tuhan, yaitu keluarga. Mulai TK sampai dengan SMU dan SMK, segala-galanya harus seragam. Pakaian, sepatu, peci, rambut, semua uniform ialah bentuk yang sama. Seragam. Di perguruan tinggi tidak ada pakaian seragam. Namun, kurikulum, sistem ujian, matakuliah-matakuliah efektif, praktikum, semua seragam dan sama. Keseragaman berpikir. Kreatif? Mustahil. Menjadi pegawai negeri, pakaian seragam; dan di kantor-kantor terdapat buku pedoman, buku petunjuk pelaksanaan, agar tidak ada ruang berpikir bebas dan hanya boleh mengikuti pikiran yang berkuasa. Terjadi kolektivisasi secara mutlak. Apakah ini orang yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat modern? Jelas bukan!



Pembangun masyarakat modern adalah mereka yang tahu akan dan menerima baik keunggulan maupun kelemahannya. Ia tidak dihinggapi oleh kerendahan hati palsu, karena ia sadar akan dan bangga atas kepribadiannya yang berharga dan penting juga bagi sesama. Ia mempergunakan kemampuannya secara penuh. Ia pantang mundur kendati ada kekurangan padanya. Ia menerima dirinya sendiri maupun orang lain apa adanya. Ia tidak berkelit menghadapi kenyataan, sebaliknya ia berani to face the facts, beradu dada dengan kenyataan. Pendek kata, laki-laki dan perempuan yang kompeten, bertanggung jawab dan penuh perhatian untuk sesama mereka. Mereka adalah pribadi mandiri dan kreatif yang merupakan daya manusia, human resources, untuk modernisasi sejati.



Lagi, yang memprihatinkan adalah bahwa sistem pendidikan dan pembelajaran kita, sistem persekolahan kita, mustahil menjadi sumber daya manusia itu, hanya bisa menjadi sumber anggota kolektivisme yang mustahil berkepribadian dan mustahil kreatif. Bukan karena orang Indonesia. Anak-anak Indonesia amat kreatif dan kadar kemandiriannya sangat tinggi, karena mereka belum masuk sistem kolektivisasi yang disebut sekolah sampai dengan perguruan tinggi.



Kolektivisasi itu adalah musuh utama dari sosialisasi. Sosialisasi adalah usaha menjadikan manusia muda menjadi pribadi dewasa mandiri yang kompeten, bertanggung jawab dan memiliki kepedulian sosial tinggi. Pribadi itu percaya akan diri sendiri, tidak merasa rendah diri, terbuka, dan menerima semua orang lain, walau orang itu berbeda pendapat. Sebaliknya, hasil kolektivisasi adalah orang seperti anggota kawanan, tidak berkepribadian, selalu bertumpu pada orang lain dan pendapatnya.



Sekolah-sekolah kita mustahil mengadakan sosialisasi. Selain sistem persekolahan kita, sikap para pengajar dan pendidik yang masih amat feodal, keadaan sekolah-sekolah kita tidak memungkinkan adanya sosialisasi. Populasi sekolah merupakan kumpulan orang muda dari SD sampai SMU, yang terdiri atas individu-individu yang tidak mempunyai tujuan lain selain mengembangkan intelektualitas masing-masing. Itulah memang hakikat sebuah sekolah. Hubungan antara individu satu dengan individu yang lain terjadi hanya selama beberapa jam di sebuah ruangan yang sama. Tidak ada hubungan sedarah sedaging seperti di keluarga, juga tidak ada hubungan senasib seperti di sebuah asrama. Masuk ruangan itu dari mana-mana dan pergi meninggalkan ruang itu kemana-mana.



Sebuah sekolah bukanlah tempat untuk sosialisasi. Para pelajar hanya tahu nama anak sekelas, yang lain adalah orang asing bagi mereka. Kalau dari satu kelas ada yang sungguh-sungguh menjadi teman, itu bukan karena sekelas akan tetapi karena tetangga sekompleks, seorganisasi, Gereja, Masjid, atau seperkumpulan olahraga. Memaksa sosialisasi dengan mewajibkan mengikuti salah satu ekstrakurikuler adalah salah besar, karena akibatnya justru kebalikannya, yaitu kolektivisasi dan kebencian terhadap ekstrakurikuler. Sosialisasi berasal dari kata Latin socius yang berarti teman, rekan, sahabat. Masakan persahabatan bisa dipaksakan dan diorganisir?


Sebab Lain

Masih ada sebab lain, mengapa sosialisasi tidak mungkin terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia. Kebanyakan orangtua tidak mendidik anak mereka untuk menerima diri sendiri apa adanya. Tidak boleh ada anak yang lebih daripada anak mereka. Akibatnya pelajar kita pasif, tidak berani bertanya di kelas. Itu benar. Sebab kalau seorang pelajar bertanya, seluruh kelas mulai berteriak goblok-goblok-goblok atau carmuk-carmuk-carmuk (cari muka). Tidak boleh ada anak lain yang menonjol. Pelajar-pelajar tidak berani mendapat nilai tinggi, karena langsung dicap sombong, egoistis. Saya alami bahwa lima anak menteri melarikan diri dari SMU-SMU saya karena diteror oleh pelajar-pelajar lain "Kamu diterima karena ayahmu menteri". Mana tahan! Di UI terjadi yang sama.



Itulah pengalaman saya selama 16 tahun di sekolah-sekolah favorit di Jakarta. Anak-anak kita amat iri hati. Tidak dapat menerima bahwa di sekolah ada pelajar yang lebih pandai dari mereka atau orang tua yang lebih tinggi posisinya atau lebih kaya. Tidak ada masalah, selama pelajar tidak mengetahui siapa orangtua pelajar-pelajar lain. Itulah akibat pola pendidikan tertentu yang tidak menjadikan anak menerima diri apa adanya.



Ada anak sulung yang prestasinya di sekolah 6-6,5. Adiknya amat pandai, 9 itu prestasinya. Ibu muncul dan menegur si adik. Jangan menonjol, 7 cukup karena nanti kakakmu tersinggung. Kedua anak ini hancur. Yang sulung merasa didukung bahwa tidak boleh ada anak yang lebih pandai daripada dia. Ia makin iri hati. Adiknya mogok studi. Ada hasil malah dimarahi. Bagaimana cara yang baik mendidik kedua anak itu? Kepada yang sulung harus diberitahu bahwa Bapak dan Ibu puas dengan nilai-nilainya. Tidak perlu lebih, tiap-tiap anak harus berprestasi sesuai dengan kemampuannya. Ia harus bangga bahwa mempunyai adik yang pandai. Kepada si adik: Belajarlah terus, berprestasilah sesuai kepandaianmu. Kami sekeluarga bangga atas nilai-nilaimu. Kamu boleh bangga, tetapi jangan menganggap remeh mereka yang tidak sepandai kamu. Untuk kehidupanmu nanti yang penting tidak hanya menjadi orang pandai. Dua anak ini akan menjadi pribadi dewasa mandiri. Banyak masalah di sekolah ber-asal dari sikap Ibu yang menuntut bahwa semua anaknya harus menjadi pandai, peringkat I, kalau perlu memakai guru-guru les. Kepribadian anak yang diperlukan demikian akan menjadi amat lemah, tidak mempunyai rasa percaya diri. Sosialisasi gagal.



Sekolah pada umumnya dan keadaan sekolah di Indonesia pada khususnya bukan tempat yang baik untuk sosialisasi. Keluarga dan masyarakat itulah tempat orang menjadi manusia yang berkepedulian sosial tingg

Read more...

GURU SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL

Rabu, 23 Juli 2008

GURU SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL

Berbicara tentang cita-cita anak-anak di masa sekarang tentu sudah akan berbeda dengan 20 bahkan 10 tahun yang lalu, dimana lebih banyak anak yang bercita-cita menjadi dokter, pengacara, maupun pilot. Kemudian dimana anak-anak memposisikan guru? Bukankah setiap hari mereka selalu berhadapan dengan guru mereka dan berinteraksi dengan mereka?

Berbicara mengenai guru, tentu yang akan terlintas dalam benak kita adalah gaji yang sedikit serta kualitas mereka. Jika kita sering memperhatikan berita-berita yang ada di surat kabar, cerita tentang nasib guru bukanlah cerita yang menyenangkan, akan tetapi cerita yang suram dan menyedihkan. Misalnya nasib guru kontrak yang ada di wilayah-wilayah pelosok Indonesia. Hal ini tentu dapat dijadikan refleksi bagi institusi penghasil guru serta pemerintah.

Ketika kondisi pendidikan di Indonesia semakin memprihatinkan, dimana biaya pendidikan semakin mahal, masyarakat menuntut kualitas pengajaran yang baik. Sebagaimana dikemukakan oleh Freire (2002), pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yaitu pengajar, pelajar atau anak didik, serta realitas dunia, maka kita tidak dapat menyalahkan guru semata yang mungkin dinilai tidak qualified untuk mengajar, melainkan kita juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang lain yang mendukung kondisi pendidikan kita.

Peningkatan kualitas para guru memang masih dipertanyakan sampai sekarang ini. Fenomena yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa banyak para sarjana di bidang non kependidikan mengambil alternatif program tambahan Akta IV atau program kependidikan guna mendapat sertifikat supaya dapat menjadi guru. Pada umumnya mereka mengambil alternatif Akta IV sebagai alternatif terakhir mengingat pekerjaan yang lain sangat sulit diperoleh. Bagaimana dengan kualitas mereka, benarkah mereka mampu menjadi guru sebagai tenaga profesional?

Terkadang manusia melihat suatu jenis pekerjaan berdasarkan prestigenya. Seperti menjadi dokter tentu masyakarat akan lebih menghargainya dibandingkan guru. Selain gaji yang berbeda, proses pembelajaran yang dijalani oleh calon dokter juga berbeda dengan calon guru. Sehingga sudah merupakan hal yang lumrah dimana gaji yang mereka peroleh di masa bekerjanya cukup besar yaitu seimbang dengan biaya yang dikeluarkan selama proses belajar untuk menjadi dokter.

Alangkah bahagianya para guru itu jika mendapatkan reward yang hampir sama dengan dokter. Mereka tidak harus terus mengemban label "pahlawan tanpa tanda jasa" bukan? Sebaiknya institusi penghasil guru perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Memperbaiki kurikulum perkuliahan dengan menekankan pada kompetensi guru yang berkualitas; 2) Memasukkan program pembekalan lapangan dalam proses belajar-mengajar selama jangka waktu 1 tahun di sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga pengajar sebagai wahana pembentukan tenaga guru yang profesional.

Kemudian dari pemerintah diharapkan dapat melaksanakan program penempatan guru di wilayah-wilayah pelosok Indonesia yang masih banyak mnembutuhkan guru dengan memberikan gaji yang sesuai, oleh karena itu anggaran pendidikan perlu ditingkatkan. Peningkatan anggaran ini tidak hanya untuk mensejahterakan guru sebagai tenaga pengajar, melainkan juga untuk mengembangkan program-program untuk meningkatkan mutu pendidikan. Semua usaha ini jika dapat dilaksanakan secara sinergis maka sedikit demi sedikit akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang selama ini masih merupakan suatu impian masyarakat Indonesia pada umumnya

Read more...

TIPS DAN TRIK BELAJAR DAN MENGAJAR

Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik Untuk Ujian / Ulangan Pelajaran Sekolah Bagi Siswa SD, SMP, SMA


Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dibimbing oleh Bapak atau Ibu Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik dengan maupun tanpa pr / pekerjaan rumah. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru akibat dikejar-kejar waktu memiliki dampak yang tidak baik.

Berikut ini adalah tips dan triks yang dapat menjadi masukan berharga dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan atau ujian :

1. Belajar Kelompok
Belajar kelompok dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Namun sebaiknya tetap didampingi oleh orang dewasa seperti kakak, paman, bibi atau orang tua agar belajar tidak berubah menjadi bermain. Belajar kelompok ada baiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar yang tidak pandai jadi ketularan pintar. Dalam belajar kelompok kegiatannya adalah membahas pelajaran yang belum dipahami oleh semua atau sebagian kelompok belajar baik yang sudah dijelaskan guru maupun belum dijelaskan guru.

2. Rajin Membuat Catatan Intisari Pelajaran
Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada. Namun catatan tersebut jangan dijadikan media mencontek karena dapat merugikan kita sendiri.

3. Membuat Perencanaan Yang Baik
Untuk mencapai suatu tujuan biasanya diiringi oleh rencana yang baik. Oleh karena itu ada baiknya kita membuat rencana belajar dan rencana pencapaian nilai untuk mengetahui apakah kegiatan belajar yang kita lakukan telah maksimal atau perlu ditingkatkan. Sesuaikan target pencapaian dengan kemampuan yang kita miliki. Jangan menargetkan yang yang nomor satu jika saat ini kita masih di luar 10 besar di kelas. Buat rencana belajar yang diprioritaskan pada mata pelajaran yang lemah. Buatlah jadwal belajar yang baik.

4. Disiplin Dalam Belajar
Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah.

5. Menjadi Aktif Bertanya dan Ditanya
Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakan kepada guru, teman atau orang tua. Jika kita bertanya biasanya kita akan ingat jawabannya. Jika bertanya, bertanyalah secukupnya dan jangan bersifat menguji orang yang kita tanya. Tawarkanlah pada teman untuk bertanya kepada kita hal-hal yang belum dia pahami. Semakin banyak ditanya maka kita dapat semakin ingat dengan jawaban dan apabila kita juga tidak tahu jawaban yang benar, maka kita dapat membahasnya bersama-sama dengan teman. Selain itu

6. Belajar Dengan Serius dan Tekun
Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian. Ketika waktu luang baca kembali catatan yang telah dibuat tadi dan hapalkan sambil dimengerti. Jika kita sudah merasa mantap dengan suatu pelajaran maka ujilah diri sendiri dengan soal-soal. Setelah soal dikerjakan periksa jawaban dengan kunci jawaban. Pelajari kembali soal-soal yang salah dijawab.

7. Hindari Belajar Berlebihan
Jika waktu ujian atau ulangan sudah dekat biasanya kita akan panik jika belum siap. Jalan pintas yang sering dilakukan oleh pelajar yang belum siap adalah dengan belajar hingga larut malam / begadang atau membuat contekan. Sebaiknya ketika akan ujian tetap tidur tepat waktu karena jika bergadang semalaman akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak.

8. Jujur Dalam Mengerjakan Ulangan Dan Ujian
Hindari mencontek ketika sedang mengerjakan soal ulangan atau ujian. Mencontek dapat membuat sifat kita curang dan pembohong. Kebohongan bagaimanapun juga tidak dapat ditutup-tutupi terus-menerus dan cenderung untuk melakukan kebohongan selanjutnya untuk menutupi kebohongan selanjutnya. Anggaplah dengan nyontek pasti akan ketahuan guru dan memiliki masa depan sebagai penjahat apabila kita melakukan kecurangan.

Semoga tips cara belajar yang benar ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua, amin.
(http://organisasi.org. )

Read more...

PROFILE SDN BANJARAN 4

Minggu, 20 Juli 2008

           SD Yang Terletak di Jalan Pahlawan Kusuma Bangsa No.132 Kota Kediri Sebenarnya sudah menjadi Sekolah Dasar Negeri unggulan di Kecamatan Kota Kediri dari dulu,Tak heran sekolah yang dipimpin oleh Drs.H.Mohammad Salim,Mp.d Menyabet beberapa gelar dari Akademik atau   non Akademik.

Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Columnus by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP