DOWNLOAD PERMENDIKNAS 82

Sabtu, 11 April 2009

Bisa di Klik di sini ,tapi maaf hanya sampai no 25 yang lain karena HAK DINAS PENDIDIKAN MASING-MASING PROVINSIKLIK SINI DONK! Read more...

Delapan (8) Cara Smart taklukkan UASBN/UNAS 2009

Delapan (8) Cara Smart taklukkan UASBN/UNAS 2009

Khusus kelas 6 yang mau UASBN SEMOGA SUKSES Seperti Kakak kelas kalian yang mendominasi SMPN 1 Kediri!


1. Berpikir Positif (PositiveThinking)

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi, kata kunci yang harus kamu pegang adalah “Berpikir positif mulai dari

diri sendiri”. Selalulah berpikir bahwa kamu pandai, bahwa kamu akan sukses ujian dengan nilai yang sangat baik, bahwa kamu

adalah sang juara yang memiliki kemampuan luar biasa. Inilah modal utama sebuah kesuksesan.

2. Pupuk Semangat Optimisme

Kegagalan dalam ujian jangan dijadikan momok. Cobalah belajar dengan tekun, teratur dan disiplin. Jangan takut gagal dalam

mencoba, jangan takut salah dalam belajar. Kalau gagal atau salah dalam belajar, coba lagi dengan cara yang lain.

3. Bangkitkan Motivasi Belajar

Mendapatkan nilai yang tinggi dalam UASBN/UNAS 2009 dan diterima di sekolah/perguruan tinggi favorit adalah target belajarmu.

Jadikanlah target belajarmu ini menjadi tantangan bagimu dan kamu harus mampu menghadapi tantangan tersebut. Jadikan

tantangan tersebut sebagai motivasi belajarmu, kamu harus berani yakin bahwa kamu bisa,bahwa kamu adalah sang juara.

4. Bermental Juara

Kalau kamu ingin menjadi juara, kamu harus memiliki kebiasaan sebagai seorang juara. Jangan kamu berharap bisa menjadi

pemenang kalau kamu masih memiliki kebiasaan sebagai pecundang. Sukses harus diperjuangkan, dan dalam perjuangan

butuh kesungguhan.

5. Pelajari Karakter Soal-Soal UASBN/UNAS periode sebelumnya.

Rujukan untuk menyusun soal-soal UASBN/UNAS adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Untuk menyusun soal-soal UASBN/

UNAS, SKL ini dijabarkan dalam indikator Lulusan dan Kisi-kisi UASBN/UNAS Pelajari kisi-kisi UASBN/UNAS ini,karena didalamnya

digambarkan tentang pembobotan dan distribusi soal untuk setiap ruang lingkup materi yang diujikan.

6. Banyak Berlatih Mengerjakan Latihan Soal

Persiapan kamu menghadapi UASBN/UNAS akan semakin efektif apabila kamu banyak latihan mengerjakan soal-soal

yang bertipologi seperti UASBN/UNAS. Banyak latihan mengerjakan soal akan membiasakan kamu dengan bentuk-bentuk soal yang

akan keluar dalam ujian.

7. Cari Pendamping Belajar Berpengalaman dan Kompeten.

Metode belajarmu akan semakin efektif apabila kamu memiliki pendamping belajar yang dapat dijadikan sebagai mitra belajar

untuk memecahkan persoalan-persoalan psikologis dan akademis.

8. Tips dan Trik Menghadapi Ujian

Tujuan akhir dari langkah Smart Sukses UASBN/UNAS adalah sukses menghadapi ujian dengan nilai sangat memuaskan.

Berikut ini adalah Tips dan Trik menghadapi Ujian:

a. Persiapan Menjelang Ujian

(1). Pada saat menjelang ujian berpikirlah yang rileks, tenang dan jernih untuk menghindari kecemasan dan ketegangan.

(2). Jaga kesehatan dan persiapkanlah fisik kamu dengan makan yang cukup agar kamu dapat konsentrasi.

(3). Persiapkanlah pensil, penghapus dan segala peralatan yang dibutuhkan untuk ujian dengan baik.

(4). Datanglah ke ruang ujian 15 menit sebelum ujian dimulai.

b. Saat Proses Ujian Berlangsung

(1). Berdo’alah sebelum membuka naskah soal ujian, karena segala kekuatan dan keberhasilan semata-mata datang dari

sang pencipta.

(2). Tulislah nama dan nomor ujian kamu dengan jelas pada kolom yang telah disediakan pada lembar jawaban.

(3). Periksalah semua halaman naskah ujian dan bacalah petunjuk dengan teliti.

(4). Bacalah soal-soal ujian dengan seksama dan pahami betul apa inti persoalan yang ditanyakan. Kerjakan soal-soal yang

lebih mudah terlebih dahulu.

(5). Terapkan strategi Smart (cermat, cerdas dan cepat) dalam menjawab soal-soal ujian agar alokasi waktu yang disediakan

dapat dimanfaatkan secara optimal.

(6). Pindahkan jawaban kamu pada lembar jawaban secara bertahap untuk soal-soal yang telah berhasil dikerjakan dengan

baik.

(7). Apabila kamu dapat menyelesaikan seluruh soal ujian sebelum waktu habis, maka pergunakan waktu yang tersisa untuk

memeriksa kembali jawaban-jawaban yang sudah ditulis.

(8). Periksa kembali nama dan nomor ujian kamu sebelum lembar jawaban diserahkan kepada panitia u


Read more...

Sabtu, 01 November 2008

Wacana tentang profesionalitas guru telah banyak dibahas dalam seminar-seminar ataupun di belakang meja para birokrat. Hal ini diamini dengan dikeluarkannya Undang-Undang tentang Guru dan dosen yang membuat mata para guru berkaca-kaca (terharu – red).


Bagaimana tidak, Pemerintah menjanjikan tunjangan dua kali lipat dari gaji pokok bila terkualifikasi dan tersertifikasi. Yang artinya guru harus memperhatikan profesinya lebih profesional.

Pada Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan (P4SPTK) di Indonesia mengemukakan 10 kemampuan dasar bagi guru yang professional, yaitu :

1.MENGUASAI BAHAN : Menguasai bahan kurikulum dan metodologi pengajaran 4 bidang studi di SD ;Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS (minimal, kalau lebih… ya lebih bagus – red)

2.MENGELOLA PROGRAM BELAJAR MENGAJAR : Merumuskan tujuan instruksional, Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar, Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, Melaksanakan program belajar mengajar, Mengenal kemampuan (entering behaviour) anak didik, Merencanakan dan melaksanakan program remedial (yang ini mah, pasti sering dilakukan – red)

3.MENGELOLA KELAS : Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi (jangan lupa ABK low vision ditempatkan di depan - red)

4.MENGGUNAKAN MEDIA/SUMBER : Mengenal, memilih dan menggunakan media, membuat alat-alat Bantu pelajaran sederhana, Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar, Mengembangkan laboratorium (di SD….laboratorium..???), Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar (pasti..- red), Menggunakan microteaching unit dalam program pengalaman lapangan




5.MENGUASAI LANDASAN-LANDASAN KEPENDIDIKAN

6.MENGELOLA INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

7.MENILAI PRESTASI SISWA UNTUK KEPENDIDIKAN PENGAJARAN : Evaluasi (nilai, nilai, nilai… Ngasih peer harus dinilai yah.. - red)

8.MENGENAL FUNGSI DAN PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN : Mengenal fungsi dari program layanan dan penyuluhan di sekolah, Menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah

9.MENGENAL DAN MENYELENGGARAKAN ADMINISTRASI SEKOLAH : Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah (saya kenal - red), Menyelenggarakan administrasi sekolah (Hmmm.. Idealnya sih oleh petugas tata usaha – red)

10.MEMAHAMI DAN MENAFSIRKAN HASIL-HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN GUNA KEPERLUAN PENGAJARAN : (rada-rada sulit – red)

Well, ternyata ini kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru yang profesional. Sudahkah anda..??

Read more...

Wacana tentang profesionalitas guru telah banyak dibahas dalam seminar-seminar ataupun di belakang meja para birokrat. Hal ini diamini dengan dikeluarkannya Undang-Undang tentang Guru dan dosen yang membuat mata para guru berkaca-kaca (terharu – red).


Bagaimana tidak, Pemerintah menjanjikan tunjangan dua kali lipat dari gaji pokok bila terkualifikasi dan tersertifikasi. Yang artinya guru harus memperhatikan profesinya lebih profesional.

Pada Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan (P4SPTK) di Indonesia mengemukakan 10 kemampuan dasar bagi guru yang professional, yaitu :

1.MENGUASAI BAHAN : Menguasai bahan kurikulum dan metodologi pengajaran 4 bidang studi di SD ;Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS (minimal, kalau lebih… ya lebih bagus – red)

2.MENGELOLA PROGRAM BELAJAR MENGAJAR : Merumuskan tujuan instruksional, Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar, Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, Melaksanakan program belajar mengajar, Mengenal kemampuan (entering behaviour) anak didik, Merencanakan dan melaksanakan program remedial (yang ini mah, pasti sering dilakukan – red)

3.MENGELOLA KELAS : Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi (jangan lupa ABK low vision ditempatkan di depan - red)

4.MENGGUNAKAN MEDIA/SUMBER : Mengenal, memilih dan menggunakan media, membuat alat-alat Bantu pelajaran sederhana, Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar, Mengembangkan laboratorium (di SD….laboratorium..???), Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar (pasti..- red), Menggunakan microteaching unit dalam program pengalaman lapangan




5.MENGUASAI LANDASAN-LANDASAN KEPENDIDIKAN

6.MENGELOLA INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

7.MENILAI PRESTASI SISWA UNTUK KEPENDIDIKAN PENGAJARAN : Evaluasi (nilai, nilai, nilai… Ngasih peer harus dinilai yah.. - red)

8.MENGENAL FUNGSI DAN PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN : Mengenal fungsi dari program layanan dan penyuluhan di sekolah, Menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah

9.MENGENAL DAN MENYELENGGARAKAN ADMINISTRASI SEKOLAH : Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah (saya kenal - red), Menyelenggarakan administrasi sekolah (Hmmm.. Idealnya sih oleh petugas tata usaha – red)

10.MEMAHAMI DAN MENAFSIRKAN HASIL-HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN GUNA KEPERLUAN PENGAJARAN : (rada-rada sulit – red)

Well, ternyata ini kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru yang profesional. Sudahkah anda..??

Read more...

                                                                               NUPTK SDN BANJARAN 4 2008

MOH. KUSEN                                            DITERIMA      8050757658200003 

ANIK HANAFIAH                                     DITERIMA      4441759661300023 

ARDIAN EFENDI                                      DITERIMA      8649760661200012 

ASRI SUKRISTIANA TRI BASUNU     DITERIMA       9547739640300013 

BAMBANG TEJA LELANA                    DITERIMA       8961740642200002 

DEWI MURNI                                          DITERIMA       4462747649300013 

DWI KRISTIANA                                     DITERIMA     7550742643300003 

DWI NURUL LAILAWATI                     DITERIMA      1339739638300003 

E. SUSENO H.S                                         DITERIMA      4649736637200002 

ENDAH SETYAWATI                             DITERIMA      4143759661300043

ENY HIDAYATI                                      DITERIMA       4561759661300053 

ENY MIATUN                                         DITERIMA       1433727630300003 

LULUK INDASAH                                  DITERIMA       1537744646300013

MOCH. SALIM                                        DITERIMA      6433731634200012 

MOH. BAHRUDIN                                 DITERIMA       4046737638200023 

MOH. SHOLIKIN                                  DITERIMA       3550730631200003 

NUR CHOLIFAH                                   DITERIMA        3253746648300013 

NUR IDA UTAMI                                 DITERIMA        1150738638300003 

SARNO                                                    DITERIMA        9038747651200013

SETIAWAN                                             DITERIMA       1447761663200022 

SITI NURROHMAH WIBAWATI       DITERIMA      2556739641300013 

SITI ZULAIKAH                                   DITERIMA      4241748650300023 

SUKAMTI                                               DITERIMA     9242726629300003 

TUWARI                                                 DITERIMA      3837745648200022


Read more...

Selasa, 19 Agustus 2008

Tuntunan Islam Tentang Hemat Air
Kontribusi dari M.A. Fattah Santoso

Rabu, 30 Juli 2008
Islam terkait sekali dengan air, karena setiap orang Islam yang mau beribadah atau melaksanakan hubungan vertikal
dengan Tuhannya, melalui shalat, dia berurusan dengan air terlebih dahulu untuk digunakan dalam berwudlu. Ketika ia
mempelajari Islam, maka biasanya ia akan mengkaji Fikih. Bab pertama yang akan dipelajarinya lazimnya adalah
masalah thaharah (bersuci) yang sangat terkait dengan air.
Islam terkait sekali dengan air, karena setiap orang Islam yang mau beribadah atau melaksanakan hubungan vertikal
dengan Tuhannya, melalui shalat, dia berurusan dengan air terlebih dahulu untuk digunakan dalam berwudlu. Ketika ia
mempelajari Islam, maka biasanya ia akan mengkaji Fikih. Bab pertama yang akan dipelajarinya lazimnya adalah
masalah thaharah (bersuci) yang sangat terkait dengan air.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia ternyata sangat membutuhkan air, baik untuk urusan domestik (rumah tangga,
seperti minum, mandi dan cuci) dan irigasi ketika manusia masih di era agraris maupun untuk urusan industri ketika
manusia memasuki era industri. Bila ada demand (kebutuhan), maka harus ada supply (penyediaan). Ketersediaan air
berasal dari air permukaan (sungai dan danau), air dalam tanah dan mata air, yang dari tahun ke tahun cenderung
berkurang akibat kerusakan lingkungan. Sementara itu, kebutuhan akan air dari waktu ke waktu semakin meningkat
akibat peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan industri. Bila dua kecenderungan yang bertolak belakang ini
dibiarkan, akan muncul masalah berupa kesenjangan antara ketersediaan air dan kebutuhan akan air yang sekarang
mulai dirasakan. Kajian dimulai dari bagaimana al-Quran, sebagai sumber ajaran Islam, memberikan apresiasi
terhadap air. Untuk memperoleh pemecahan yang tepat, perlu juga dikaji bagaimana al-Quran menjelaskan tujuan
(sekaligus fungsi) manusia diciptakan Tuhan, karena siapa tahu ada yang perlu direvisi dari pola hubungan antara
manusia dan alam yang mewarnai era industri. Setelah itu, perlu diketahui juga—walau tidak secara
rinci—perilaku pemeluk Islam yang terkait dengan penggunaan air dan menjaga ketersediaan air. Adakah
kesenjangan antara perilaku mereka dan informasi/ajaran al-Quran tentang air? Bila ada, faktor-faktor apa kira-kira
penyebabnya? Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab, dapat dikembangkan kebijakan-kebijakan publik, sehingga
efesiensi/hemat dalam penggunaan air tidak menjadi tanggung jawab individu semata, tetapi juga menjadi tanggung
jawab kolektif, termasuk pengambil kebijakan publik. Apresiasi Islam terhadap Air Islam, melalui al-Quran, memberi
penegasan bahwa air tidak semata merupakan kebutuhan manusia, untuk ibadah wudlu (Q.S. al-Mâidah [5]:6) dan
diminum (Q.S. al-Baqarah [2]:60; al-Hijr [15]:22; al-Nahl [16]:10; dan al-Wâqi`ah [56]:68-69), namun juga kebutuhan
tumbuhan dan hewan (Q.S. al-Baqarah [2]:22; al-Nahl [16]:10-11; Thaha [20]:53; al-Mu’minûn [23]:19; dan al-
Naba’ [78]:14-16). Lebih dari itu, air ternyata menjadi salah satu unsur penciptaan makhluk hidup (Q.S. al-
Anbiyâ’ [21]:30), termasuk hewan (Q.S. al-Nûr [24]:45) dan manusia (Q.S. al-Furqân [25]:54}. Ditegaskan juga
bahwa tanah yang tandus dapat menjadi subur melalui air (Q.S. al-Baqarah [2]:164; al-Hajj [22]:5; dan al-Rûm [30]:24).
Lebih lanjut al-Quran menjelaskan ketersediaan air di bumi ini melalui air permukaan (dengan banyak penggunaan kata
air hujan pada ayat-ayat di atas), air dalam tanah dan mata air (Q.S. al-Zumar [39]:21; dan al-Qamar [54]:12). Melalui
penafsiran terhadap Q.S. al-Mu’minûn [23]:18: “… dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa
menghilangkannya(air),” di mana kata ‘Kami’—demi menjaga keesaan-Nya—difahami
‘Allah dengan melibatkan partisipasi makhluk-Nya’, manusia dapat menjadi penyebab menipisnya
ketersediaan air. Sementara itu, melalui penafsiran terhadap Q.S. al-Wâqi`ah [56]:70: “Kalau Kami kehendaki
niscaya Kami jadikan dia (air yang diminum manusia) asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” di mana
kata ‘Kami’ difahami seperti pada Q.S. al-Mu’minûn [23]:18, manusia dapat menjadi penyebab
menurunnya kualitas air. Akhirnya, melalui penggalan terakhir Q.S. al-Wâqi`ah [56]:70, tersirat dari kata
‘bersyukur’ tanggung jawab manusia untuk menjaga kualitas air (dan juga ketersediaannya). Mengapa
manusia memiliki tanggung jawab demikian? Penjelasan berikut akan menjawab pertanyaan ini melalui penggambaran
al-Quran tentang tujuan/fungsi penciptaan manusia. Manusia diciptakan Tuhan dengan tujuan mengemban dua tugas
sekaligus yang saling melengkapi. Pertama-tama, manusia dipandang sebagai khalifah (Q.S. al-Baqarah [2]:30; dan Hûd
[11]:61), tetapi pada saat yang sama manusia juga adalah hamba (Q.S. al-Dzâriyât [51]:56). Sebagai khalifah, manusia
wajib aktif menjaga harmoni alam dan menyebarkan rahmat ke dalamnya, sebagai konsekuensi dari manusia menjadi
pusat alam. Walau pusat, manusia tidak ditempatkan di atas alam dan menganggapnya sebagai ‘musuh yang
harus ditaklukkan’—sebuah pandangan yang jelas berbeda dari pandangan yang berkembang di Barat.
Konsekuensi dari tauhid, alam dan manusia merupakan kesatuan, berkedudukan setara. Tetapi sebagai hamba,
manusia harus pasif, dalam pengertian tunduk kepada Tuhan, dan menerima rahmat yang mengalir padanya. Sama
halnya dengan Tuhan yang menghidupkan dan merawat alam, manusia harus merawat alam sekelilingnya. Itulah wujud
ketundukkannya kepada Tuhan. Ia tidak dapat mengabaikannya, kecuali dengan mengkhianati kepercayaan yang
diberikan kepadanya. Tujuan penciptaan manusia dalam Islam, seperti sudah dijelaskan, membawa konsekuensi pada
pola hubungan antara manusia dan alam yang setara di mana manusia menjaga harmoni alam. Pola ini jelas sangat
berbeda dan karenanya dapat merevisi pola hubungan antara manusia dan alam yang selama ini dikembangkan
masyarakat industri, yaitu absolutisme manusia—pandangan yang datang dari humanisme dan rasionalisme
Barat abad ke-17. Dalam pola absolutisme ini, manusia menguasai alam, merusak hutan. Bila hutan sudah dirusak,
Muhammadiyah Online
http://www.muhammadiyah.or.id _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 19 August, 2008, 16:17
bagaimana ketersediaan air akan terjaga? Dunia Islam dan Kerusakan Lingkungan Meskipun secara ajaran jelas
apresiasi Islam terhadap air (dan alam), adakah pada tingkat operasional dunia Islam lebih berhasil dalam menghadapi
fenomena krisis air (dan lingkungan)? Ternyata dunia Islam dan kawasan lain non-Islam yang non-Barat mendapatkan
kenyataan yang sama: tidak lebih baik dalam menghadapi krisis air (dan lingkungan). Mesir dan Pakistan (juga Malaysia
dan Indonesia) yang Islam, Thailand yang Budha, India yang Hindu, bahkan Jepang yang Sinto-Budha dengan
apresiasinya yang mengagumkan terhadap alam, menderita krisis lingkungan dalam tingkat keparahan yang hampir
sama. Apakah kira-kira penyebabnya? Penyebab eksternal utama adalah dominasi global Barat, baik secara ekonomi
maupun politik. Bermula dari kolonialisme yang mendominasinya, dunia Islam berada dalam posisi menerima ekonomi
(termasuk industri), hukum dan teknologi dari Barat, tidak ada ruang untuk melakukan inovasi, tidak ada pilihan lain.
Padahal dibalik apa yang diterima itu terkandung pandangan tentang pola hubungan antara manusia dan alam yang
menempatkan manusia di atas alam, sehingga menganggapnya sebagai objek yang harus ditaklukkan. Sebagai
konsekuensinya, dunia Islam tidak lagi sepenuhnya Islam karena telah kehilangan kearifan Islaminya. Secara internal
dunia Islam yang di masa klasik mampu mem-blow up satu ayat tentang wudlu (Q.S. al-Maidah [5]:6) menjadi
pembahasan yang serius dan mendominasi buku-buku standar mengenai agama, di masa kontemporernya tidak mampu
mem-blow up ayat-ayat lain yang berkaitan dengan lingkungan, kosmologi dan alam (termasuk air)—yang
ternyata jauh lebih banyak jumlahnya—sebagai kearifan Islami tentang lingkungan dan alam, dan secara lebih
khusus kearifan Islami tentang air. Penyebab internal lainnya adalah konsekuensi lain—lebih bersifat sosioantropologis&
mdash;dari dominasi ekonomi Barat terhadap dunia Islam, yaitu urbanisasi dengan dislokasi budayanya
yang makin menyulitkan aplikasi nilai-nilai Islam dan makin menyuburkan aplikasi nilai-nilai Barat, seperti kecintaan dan
keserakahan terhadap materi, dan penundukan manusia atas alam. Satu hal yang tidak boleh diabaikan, sebagai
penyebab internal lain krisis lingkungan di dunia Islam, adalah pertumbuhan penduduk yang berimplikasi pada
peningkatan kebutuhan lahan dan pekerjaan. Ekses dari peningkatan kebutuhan lahan adalah berubahnya lahan terbuka
menjadi bangunan gedung, sementara ekses dari peningkatan kebutuhan pekerjaan adalah penggundulan hutan. Kedua
ekses itu, bagaimanapun, akan sangat berpengaruh pada ketersediaan cadangan air. Dari penelusuran berbagai faktor
penyebab ketidakberdayaan dunia Islam (juga negara-negara berkembang lainnya) menghadapi krisis lingkungan
(termasuk krisis air), dapatlah dibuat agenda program pemberdayaan berikut ini. Program Pemberdayaan Agenda
program pemberdayaan yang dapat diberi nama ‘gerakan hemat air’ nampaknya tidak dapat lagi didekati
secara parsial (bagian per bagian), seperti melalui ajakan kepada individu-individu masyarakat untuk berhemat air, tetapi
perlu didekati secara lebih holistik (menyeluruh terpadu) dengan berbagai faktor yang terkait. Agenda pertama,
memformulasikan kearifan Islami tentang alam (termasuk air), terkait dengan fungsi manusia sebagai khalifah dan
hamba Allah, dalam bahasa kontemporer sebagai bagian dari tradisi intelektual Islam. Adakah manfaat dari ajakan atau
persuasi berhemat air bila tidak disertai perubahan paradigma tentang pola hubungan antara manusia dan alam,
sebagai produk dari pemahaman terhadap kearifan Islami tentang alam? Agenda kedua, sosialisasi kearifan Islami
tentang alam, baik melalui ajakan atau persuasi kepada masyarakat, khususnya umat Islam, dan kalangan industri,
pengguna banyak air (untuk diaplikasikan) maupun melalui dialog dengan pemeluk agama lain (untuk saling memahami
dan pengayaan) dan dialog dengan pengambil kebijakan publik (untuk diterapkan dalam undang-undang atau peraturanperaturan).
Bila agenda pertama dan kedua lebih bersifat kultural, maka agenda ketiga lebih bersifat struktural,
melibatkan elite politik, baik pengambil kebijakan maupun pelaksananya. Gerakan hemat air, dengan demikian, tidak
saja menjadi tanggung jawab individu-individu dan asosiasi-asosiasi dalam masyarakat, tetapi juga menjadi tanggung
jawab pemerintah. Gerakan hemat air memerlukan dukungan undang-undang atau peraturan yang mengatur, misalnya
tata guna lahan, dan tata guna air. Masihkah di masa datang kita melihat kawasan industri dibangun di lahan pertanian
produktif yang nota-bene berfungsi menyerap air? Masihkah di masa datang pengembangan properti, termasuk rumah
tinggal, dilakukan secara horisontal yang umumnya mengurangi lahan penyerap air? Apakah masih belum waktunya
pengembangan properti secara vertikal, termasuk rumah susun, dengan menyiapkan perubahan dan adaptasi kultural
yang bakal terjadi? Masihkah dibiarkan bebas segala bentuk industri memanfaatkan air tanah—yang supply-nya
bisa jadi lebih besar dari demand-nya, sehingga terjadi kemubadziran—tanpa kompensasi yang berguna bagi
gerakan hemat air? Apakah perencanaan kota di masa datang akan terus mengabaikan pembangunan taman-taman
dan danau-danau buatan, dan menggusur lapangan-lapangan terbuka menjadi mal-mal dan perkantoran? Agenda
keempat tidak kalah pentingnya, walau bersifat penunjang dan tidak langsung, yaitu penciptaan lapangan kerja dan
jaring sosial-budaya, sebagai antisipasi terhadap urbanisasi dan dislokasi budaya yang ditimbulkannya. Siapkah kita
melaksanakan agenda-agenda tersebut? Sepanjang hati-nurani yang memandu, dan bukan hawa nafsu keserakahan,
insya Allah di bawah bimbingan-Nya kita dapat melaksanakan agenda-agenda yang tidak ringan itu. Wal-Lahu a`lam bi
al-shawab.-- Dosen Fakultas Agama Islam UMS

Read more...

TUJUAN PENDIDIKAN

Kamis, 24 Juli 2008

Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membantu anak menjadi orang dewasa mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Itulah sosialisasi!

Semua manusia muda, sampai di pelosok pun, telah atau mulai mengalami modernisasi dan menikmatinya. Kata dasar modernisasi adalah kata Latin modus, artinya: cara. Kemudian timbul kata Prancis mode, yaitu cara khusus mengenai berpakaian, berdandan, memangkas rambut, berhias sampai bergagasan. Lantas orang yang mengikuti cara, mode, itu dikatakan modern. Usaha penyesuaian itu disebut modernisasi. Yang kemudian artinya diterapkan kepada setiap ikhtiar guna membedakan diri dari cara yang sudah lewat. Usaha modernisasi ini dapat bermotifkan keinginan menyesuaikan diri dengan apa yang sekarang berlaku atau bermotifkan kesadaran akan keharusan meninggalkan yang sudah usang demi perbaikan hidup.

Sikap yang mendasari keinginan menyesuaikan diri dengan yang sekarang berlaku sebetulnya bukan modernisasi, melainkan konformisme. Dalam modernisasi sejati ada pendapat pribadi mengenai yang baru itu, sedang dalam konformisme hanya sikap ikut-ikutan saja. Gaya konformisme sangat kuat di antara kaum muda. Mereka baru meraih identitas diri yang masih lemah, maka dibutuhkan pengukuhan atas identitas tersebut. Yang amat diperlukan adalah diterimanya oleh kelompok baya, peer group, yang dianggap paling modern.

Apakah sebetulnya kelompok tersebut modern atau kolot pandangan hidupnya, bukan hal penting. Yang dicari adalah pengukuhan dan penggalangan lewat diterima oleh kelompok baya. Kelompok itu akan menuntut penyesuaian mutlak guna mempertahankan identitas kelompok. Jadi, pengukuhan demi menopang identitas diri yang masih lemah itu diperoleh lewat konformisme. Kalau kelompoknya sungguh-sungguh mendukung modernisasi, ia akan ikut. Namun, bila mereka bernostalgia akan hidup primitif, suatu mode baru, ia pun akan suka hidup primitif.

Berbahaya

Konformisme inilah yang berbahaya, karena mematikan identitas diri. Selama pada masa perkembangan hanya ikut-ikutan saja, orang muda akan menjadi orang dewasa yang tidak dapat bertanggung jawab, tidak berinisiatif, dan pembeo belaka. Kegotongroyongan dan mental pasrah terserah nasib, yang mudah terhanyut dalam arus masyarakat, sangatlah kuat. Orang yang mengungkapkan kepribadiannya yang khas sangat mudah dicap individualis, sombong, ingin menonjol, dan sebagainya.



Masyarakat kita adalah masyarakat yang suka pada pakaian seragam, satu bahasa, satu gerak dan sebagainya; penuh dengan orang yang suka ikut-ikutan, dan berkecenderungan latah ikut mode macam-macam tanpa berpikir, apa perlu atau tidak, baik atau tidak. Lebih suka hanyut dalam arus daripada ribut-ribut, walaupun jelas arus itu keliru. Jarang ditemukan orang yang benar-benar berkepribadian, dan yang berani menanggung risiko untuk teguh mampu bersikap lain dari sikap kebanyakan orang yang memang kaprah tersebar luas, tetapi salah. Seolah-olah kita berpendirian "lebih aman hancur bersama-sama orang banyak daripada benar lagi selamat tetapi sendirian".

Yang sekarang amat memprihatinkan adalah bahwa konformisme itu, yang menjadikan mereka orang yang dikolektivisasi, tidak diatasi oleh pendidikan yang mendewasakan, akan tetapi justru terus-menerus diperkuat oleh pendidikan yang ciri khasnya seragam. Sistem pendidikan maupun pembelajaran kita mendukung kolektivisasi, dengan demikian justru mengubah pribadi-pribadi kreatif menjadi penurut.



Proses ini sudah dimulai pada saat manusia lepas dari keadaan yang diciptakan Tuhan, yaitu keluarga. Mulai TK sampai dengan SMU dan SMK, segala-galanya harus seragam. Pakaian, sepatu, peci, rambut, semua uniform ialah bentuk yang sama. Seragam. Di perguruan tinggi tidak ada pakaian seragam. Namun, kurikulum, sistem ujian, matakuliah-matakuliah efektif, praktikum, semua seragam dan sama. Keseragaman berpikir. Kreatif? Mustahil. Menjadi pegawai negeri, pakaian seragam; dan di kantor-kantor terdapat buku pedoman, buku petunjuk pelaksanaan, agar tidak ada ruang berpikir bebas dan hanya boleh mengikuti pikiran yang berkuasa. Terjadi kolektivisasi secara mutlak. Apakah ini orang yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat modern? Jelas bukan!



Pembangun masyarakat modern adalah mereka yang tahu akan dan menerima baik keunggulan maupun kelemahannya. Ia tidak dihinggapi oleh kerendahan hati palsu, karena ia sadar akan dan bangga atas kepribadiannya yang berharga dan penting juga bagi sesama. Ia mempergunakan kemampuannya secara penuh. Ia pantang mundur kendati ada kekurangan padanya. Ia menerima dirinya sendiri maupun orang lain apa adanya. Ia tidak berkelit menghadapi kenyataan, sebaliknya ia berani to face the facts, beradu dada dengan kenyataan. Pendek kata, laki-laki dan perempuan yang kompeten, bertanggung jawab dan penuh perhatian untuk sesama mereka. Mereka adalah pribadi mandiri dan kreatif yang merupakan daya manusia, human resources, untuk modernisasi sejati.



Lagi, yang memprihatinkan adalah bahwa sistem pendidikan dan pembelajaran kita, sistem persekolahan kita, mustahil menjadi sumber daya manusia itu, hanya bisa menjadi sumber anggota kolektivisme yang mustahil berkepribadian dan mustahil kreatif. Bukan karena orang Indonesia. Anak-anak Indonesia amat kreatif dan kadar kemandiriannya sangat tinggi, karena mereka belum masuk sistem kolektivisasi yang disebut sekolah sampai dengan perguruan tinggi.



Kolektivisasi itu adalah musuh utama dari sosialisasi. Sosialisasi adalah usaha menjadikan manusia muda menjadi pribadi dewasa mandiri yang kompeten, bertanggung jawab dan memiliki kepedulian sosial tinggi. Pribadi itu percaya akan diri sendiri, tidak merasa rendah diri, terbuka, dan menerima semua orang lain, walau orang itu berbeda pendapat. Sebaliknya, hasil kolektivisasi adalah orang seperti anggota kawanan, tidak berkepribadian, selalu bertumpu pada orang lain dan pendapatnya.



Sekolah-sekolah kita mustahil mengadakan sosialisasi. Selain sistem persekolahan kita, sikap para pengajar dan pendidik yang masih amat feodal, keadaan sekolah-sekolah kita tidak memungkinkan adanya sosialisasi. Populasi sekolah merupakan kumpulan orang muda dari SD sampai SMU, yang terdiri atas individu-individu yang tidak mempunyai tujuan lain selain mengembangkan intelektualitas masing-masing. Itulah memang hakikat sebuah sekolah. Hubungan antara individu satu dengan individu yang lain terjadi hanya selama beberapa jam di sebuah ruangan yang sama. Tidak ada hubungan sedarah sedaging seperti di keluarga, juga tidak ada hubungan senasib seperti di sebuah asrama. Masuk ruangan itu dari mana-mana dan pergi meninggalkan ruang itu kemana-mana.



Sebuah sekolah bukanlah tempat untuk sosialisasi. Para pelajar hanya tahu nama anak sekelas, yang lain adalah orang asing bagi mereka. Kalau dari satu kelas ada yang sungguh-sungguh menjadi teman, itu bukan karena sekelas akan tetapi karena tetangga sekompleks, seorganisasi, Gereja, Masjid, atau seperkumpulan olahraga. Memaksa sosialisasi dengan mewajibkan mengikuti salah satu ekstrakurikuler adalah salah besar, karena akibatnya justru kebalikannya, yaitu kolektivisasi dan kebencian terhadap ekstrakurikuler. Sosialisasi berasal dari kata Latin socius yang berarti teman, rekan, sahabat. Masakan persahabatan bisa dipaksakan dan diorganisir?


Sebab Lain

Masih ada sebab lain, mengapa sosialisasi tidak mungkin terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia. Kebanyakan orangtua tidak mendidik anak mereka untuk menerima diri sendiri apa adanya. Tidak boleh ada anak yang lebih daripada anak mereka. Akibatnya pelajar kita pasif, tidak berani bertanya di kelas. Itu benar. Sebab kalau seorang pelajar bertanya, seluruh kelas mulai berteriak goblok-goblok-goblok atau carmuk-carmuk-carmuk (cari muka). Tidak boleh ada anak lain yang menonjol. Pelajar-pelajar tidak berani mendapat nilai tinggi, karena langsung dicap sombong, egoistis. Saya alami bahwa lima anak menteri melarikan diri dari SMU-SMU saya karena diteror oleh pelajar-pelajar lain "Kamu diterima karena ayahmu menteri". Mana tahan! Di UI terjadi yang sama.



Itulah pengalaman saya selama 16 tahun di sekolah-sekolah favorit di Jakarta. Anak-anak kita amat iri hati. Tidak dapat menerima bahwa di sekolah ada pelajar yang lebih pandai dari mereka atau orang tua yang lebih tinggi posisinya atau lebih kaya. Tidak ada masalah, selama pelajar tidak mengetahui siapa orangtua pelajar-pelajar lain. Itulah akibat pola pendidikan tertentu yang tidak menjadikan anak menerima diri apa adanya.



Ada anak sulung yang prestasinya di sekolah 6-6,5. Adiknya amat pandai, 9 itu prestasinya. Ibu muncul dan menegur si adik. Jangan menonjol, 7 cukup karena nanti kakakmu tersinggung. Kedua anak ini hancur. Yang sulung merasa didukung bahwa tidak boleh ada anak yang lebih pandai daripada dia. Ia makin iri hati. Adiknya mogok studi. Ada hasil malah dimarahi. Bagaimana cara yang baik mendidik kedua anak itu? Kepada yang sulung harus diberitahu bahwa Bapak dan Ibu puas dengan nilai-nilainya. Tidak perlu lebih, tiap-tiap anak harus berprestasi sesuai dengan kemampuannya. Ia harus bangga bahwa mempunyai adik yang pandai. Kepada si adik: Belajarlah terus, berprestasilah sesuai kepandaianmu. Kami sekeluarga bangga atas nilai-nilaimu. Kamu boleh bangga, tetapi jangan menganggap remeh mereka yang tidak sepandai kamu. Untuk kehidupanmu nanti yang penting tidak hanya menjadi orang pandai. Dua anak ini akan menjadi pribadi dewasa mandiri. Banyak masalah di sekolah ber-asal dari sikap Ibu yang menuntut bahwa semua anaknya harus menjadi pandai, peringkat I, kalau perlu memakai guru-guru les. Kepribadian anak yang diperlukan demikian akan menjadi amat lemah, tidak mempunyai rasa percaya diri. Sosialisasi gagal.



Sekolah pada umumnya dan keadaan sekolah di Indonesia pada khususnya bukan tempat yang baik untuk sosialisasi. Keluarga dan masyarakat itulah tempat orang menjadi manusia yang berkepedulian sosial tingg

Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Columnus by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP